3 Sinyal Penting Bitcoin yang Patut Dipantau Pekan Ini

Pasar kripto mengawali awal pekan dengan fase yang penuh ketidakpastian namun menyimpan peluang besar, dengan Bitcoin yang mencetak rekor tertinggi dalam empat bulan di US$107.000 sebelum mengalami volatilitas tajam ke US$103.000.

Pergerakan aset yang cepat ini membuat banyak trader bertanya-tanya, apakah ini merupakan sinyal bullish jangka panjang atau sekadar jebakan sesaat. Intip tiga sinyal potensial penggerak arah harga Bitcoin pekan ini.

Baca juga: Rp11 Triliun Kripto Terlikuidasi dalam Sehari, Ether Paling Tertekan

Reaksi Pasar Terhadap Kondisi Ekonomi AS

Bitcoin sempat menunjukkan performa signifikan pada Senin (19/5/2025) pagi, dengan harga yang sempat menyentuh level US$107.000 dalam sesaat, hanya terpaut 3% dari rekor tertinggi sepanjang masa di US$109.100. Pergerakan ini sempat menyimpan harapan dari para trader yang menanti kenaikan lebih lanjut dengan potensi menembus level tertinggi baru paling lama pekan ini.

Kendati demikian, Bitcoin justru malah menunjukkan koreksi, dengan harga saat ini diperdagangkan di level US$103.000, menunjukkan penurunan kurang dari 1% dalam 24 jam terakhir terakhir. Pergerakan saat ini terutama merupakan sebuah reaksi sesaat yang terjadi di pasar saham AS menyusul keputusan  Moody’s Ratings  yang menurunkan peringkat kredit Amerika Serikat dari Aaa menjadi Aai pada 17 Mei 2025.

Alasan di balik keputusan ini mencakup membengkaknya utang nasional AS yang kini mencapai US$36 triliun, defisit fiskal yang terus berlanjut, beban bunga yang meningkat, serta kurangnya kemauan politik untuk mengendalikan pengeluaran.

Namun, analis berpendapat bahwa ini merupakan peluang jangka panjang bagi kripto dan justru memberikan efek positif bagi aset lindung nilai seperti Bitcoin dan emas.

“Di tengah ketidakpastian dan pelemahan Dolar AS, Bitcoin dan Emas justru berkinerja kuat. Ketidakstabilan adalah teman terbaik Bitcoin,” tulis The Kobeissi Letter dalam postingan di X.

Adapun, potensi reli lebih lanjut nantinya berpotensi ditentukan dari kebijakan moneter AS. CME FedWatch menunjukkan peluang pemangkasan suku bunga pada pertemuan The Fed di bulan Juni hanya 8%, dengan data klaim pengangguran pada 22 Mei mendatang berpotensi menggeser ekspektasi pasar.

Baca juga: Bitcoin Makin Dekat ke ATH, Ini Tiga Faktor Pendorongnya

Pergerakan Bitcoin Sebagai Peluang atau Perangkap?

Pergerakan harga Bitcoin yang sempat menembus angka US$107.000 sebelum turun ke US$103.000 dianggap oleh analis sebagai liquidity grab klasik, sebuah manipulasi harga jangka pendek untuk menjebak posisi short dan long sekaligus.

Analis kripto Michaël van de Poppe dalam postingannya di X menyebut bahwa pola seperti ini kemungkinan akan kembali terjadi di level US$100.000 sebelum benar-benar menembus ATH.

“Jebakan liquidity klasik di atas level tertinggi baru-baru ini dan pembalikan ke bawah. Saya rasa kita akan melakukan hal yang sama di US$100 ribu sebelum kita mulai menembus di atas ATH. Itu adalah zona-zona untuk mengakumulasi Bitcoin Anda,” tulisnya.

Grafik BTC/USDT data RSI. Sumber: Michaël van de Poppe/X

Sementara itu, analis CryptoQuant , Darkfost, menyoroti indikator volume delta sebagai sinyal penting, ketika volume spot di Binance naik terlalu cepat, ini sering kali mengindikasikan puncak lokal. Perlu diketahui, volume delta sendiri digunakan untuk mengukur perbedaan tekanan beli dan jual di seluruh lilin, membantu menilai kekuatan yang mendasari sisi penawaran dan permintaan.

Saat ini data menunjukkan tekanan jual mulai melemah, memberi peluang bagi pasar untuk menguat kembali, selama kenaikannya tetap sehat dan organik. Adapun, Darkfost tetap menyarankan agar investor berhati-hati terhadap angin di sekitar breakout yang berkontribusi pada lonjakan harga yang tidak berkelanjutan, dan memantau volume delta membantu menghindari entri pasar yang tidak menguntungkan.

Volume delta Bitcoin spot. Sumber: CryptoQuant

Dinamika Korelasi dengan Pasar Saham

Korelasi Bitcoin dengan indeks saham seperti SP 500 masih menjadi perdebatan. Di satu sisi, data dari Santiment menunjukkan korelasi yang “sementara”, terutama dalam jangka pendek, antara harga Bitcoin dan pergerakan saham.

“Pasar saham dan kripto tetap berkorelasi. Dengan jeda tarif 90 hari antara AS Tiongkok pada Senin, pasar tetap berada dalam jarak yang sangat dekat dengan level tertinggi sepanjang masa,” tulis Santiment .

Bitcoin vs SP 500 vs emas. Sumber: Santiment/X

Di sisi lain, para pelaku pasar mulai frustrasi karena volatilitas Bitcoin kini banyak dipengaruhi oleh berita makro dan sentimen pasar saham.

“Dulu lebih menyenangkan ketika BTC punya pergerakan sendiri, sekarang rasanya hanya jadi cara alternatif untuk trading stock futures saat akhir pekan,” ujar akun IncomeSharks di X.

Dengan tidak adanya rilis data ekonomi utama dari AS minggu ini, perhatian pasar akan tertuju pada kelanjutan perang dagang AS dan pidato Jerome Powell di Georgetown University pada 25 Mei mendatang. Meski pidato ini diprediksi tidak membahas kebijakan secara langsung, pasar tetap waspada terhadap setiap sinyal baru.

Baca juga: Lonjakan Minat Bikin Biaya Transaksi Bitcoin Tembus Rekor 2025