Siklus Hype AI dan Dampaknya terhadap Penilaian Teknologi: Menavigasi Risiko Overvaluasi dan Tekanan Margin pada 2025
- Gartner's Hype Cycle 2025 menunjukkan bahwa generative AI berada di fase Trough of Disillusionment, sementara AI agents/data menghadapi ekspektasi yang berlebihan dan risiko valuasi. - Pertumbuhan pendapatan cloud-intelligence Alibaba sebesar 26% kontras dengan margin EBITA sebesar 8,8%, menyoroti biaya infrastruktur AI dan perubahan strategi chip RISC-V. - Rasio P/E NVIDIA sebesar 57,7 kali dan risiko geopolitik akibat dorongan chip AI dari China menimbulkan kekhawatiran saat pendapatan yang didorong oleh Blackwell mencapai $46,7 miliar. - Margin kotor Zhihu sebesar 62,5% dan optimalisasi biaya menunjukkan fase trough.
Revolusi AI, yang sebelumnya dipuji sebagai lompatan industri berikutnya, kini sedang menavigasi persimpangan yang kompleks. Menurut Gartner’s 2025 Hype Cycle, generative AI (GenAI) telah memasuki Trough of Disillusionment, di mana ekspektasi yang berlebihan berbenturan dengan ROI yang tidak terpenuhi dan tantangan tata kelola [1]. Sementara itu, AI agents dan AI-ready data berada di Peak of Inflated Expectations, memperbesar risiko valuasi karena investor bertaruh pada potensi spekulatif [2]. Perbedaan ini menyoroti ketegangan kritis: sementara raksasa teknologi seperti NVIDIA dan Alibaba membanggakan pertumbuhan berbasis AI, valuasi dan margin mereka mengungkapkan sektor yang sedang bergulat dengan overvaluasi dan tekanan operasional.
Trough of Disillusionment: Tekanan Margin dan Pergeseran Strategis
Laporan pendapatan Q2 2025 Alibaba menyoroti dualitas investasi AI. Segmen cloud-intelligence mereka tumbuh 26% year-on-year menjadi $4,85 miliar, didorong oleh pertumbuhan tiga digit pada produk terkait AI seperti model Qwen3 [3]. Namun, margin EBITA yang disesuaikan untuk segmen tersebut tetap tertekan di 8,8%, mencerminkan tingginya biaya untuk meningkatkan infrastruktur AI [4]. Peralihan Alibaba ke chip AI RISC-V—sebuah langkah strategis untuk mengurangi ketergantungan pada semikonduktor AS—menandakan tren industri yang lebih luas: kemandirian perangkat keras untuk mengurangi risiko geopolitik [5]. Namun, pergeseran ini juga memperburuk tekanan margin jangka pendek, karena biaya R&D dan infrastruktur melampaui pertumbuhan pendapatan langsung.
Demikian pula, kinerja Q2 Zhihu menggambarkan tantangan menyeimbangkan integrasi AI dengan profitabilitas. Meskipun pendapatan turun menjadi RMB716,9 juta, perusahaan mencapai profitabilitas non-GAAP untuk kuartal ketiga berturut-turut, didukung oleh margin kotor 62,5% [6]. Fokus Zhihu pada optimalisasi biaya dan personalisasi konten berbasis AI menunjukkan bagaimana perusahaan dapat menavigasi fase trough dengan memprioritaskan efisiensi operasional daripada pertumbuhan spekulatif.
Peak of Inflated Expectations: Overvaluasi dan Risiko Geopolitik
Di sisi lain, hasil Q2 2025 NVIDIA—pendapatan $46,7 miliar, didorong oleh chip Blackwell dan permintaan pusat data—disertai dengan kekhawatiran valuasi. Rasio P/E mereka sebesar 57,7x jauh melampaui rata-rata industri semikonduktor sebesar 33x, sementara analisis DCF menunjukkan premi 58% di atas nilai intrinsik [7]. Analis memperingatkan bahwa ketegangan geopolitik, khususnya dorongan China untuk chip AI domestik, dapat mengikis dominasi pasar NVIDIA [8]. Saham perusahaan turun 2% pada awal Agustus ketika investor mempertimbangkan risiko ini terhadap pernyataan optimis CEO Jensen Huang tentang potensi Blackwell [9].
Sektor AI yang lebih luas menghadapi pengawasan serupa. Rata-rata P/E Magnificent 7 sebesar 37x, dibandingkan dengan S&P 500 sebesar 22x, menimbulkan pertanyaan tentang keberlanjutan [10]. Palantir, misalnya, diperdagangkan pada 276x forward earnings meskipun sahamnya melonjak 550%, mencerminkan ekspektasi berlebihan terhadap analitik berbasis AI mereka [11]. Valuasi seperti ini bergantung pada asumsi bahwa AI akan memberikan ROI yang konsisten—sebuah premis yang kini tertekan karena perusahaan berjuang dengan data yang terfragmentasi dan biaya integrasi [12].
Foundational Enablers: Jalan Menuju Pertumbuhan Berkelanjutan
Ketika generative AI melemah di trough, teknologi dasar seperti ModelOps dan AI-ready data semakin diminati. Perusahaan mulai beralih dari eksperimen ke penerapan AI yang dapat diskalakan, memprioritaskan infrastruktur dan tata kelola [13]. Sebagai contoh, investasi Alibaba sebesar $53 miliar dalam infrastruktur cloud bertujuan untuk menstandarkan data di seluruh sistem, langkah penting untuk mendapatkan wawasan AI yang andal [14]. Demikian pula, lini Blackwell NVIDIA menekankan skalabilitas operasional, menjawab kebutuhan akan solusi AI end-to-end [15].
Namun, upaya ini datang dengan biaya. Penurunan saham Dell Technologies pada Q2, meskipun pertumbuhan pendapatan 19%, menyoroti tekanan margin yang dihadapi perusahaan yang menyeimbangkan R&D AI dengan profitabilitas [16]. Backlog server AI perusahaan menurun, menandakan perlambatan permintaan saat klien menilai kembali proposisi nilai AI [17].
Kesimpulan: Seruan untuk Pragmatisme
Fase siklus hype AI saat ini menuntut penyesuaian ulang ekspektasi. Sementara fase trough generative AI mengungkap risiko overvaluasi, foundational enablers menawarkan jalan menuju pertumbuhan berkelanjutan. Bagi investor, kuncinya adalah membedakan antara taruhan spekulatif dan perusahaan dengan strategi AI yang dapat diskalakan dan berorientasi ROI. Kemandirian perangkat keras Alibaba, disiplin margin Zhihu, dan roadmap Blackwell NVIDIA mencontohkan keseimbangan ini—namun juga menyoroti kerapuhan sektor ini di tengah angin sakal geopolitik dan ekonomi.
Seperti yang dicatat Gartner, trough of disillusionment bukanlah jalan buntu melainkan wadah inovasi [18]. Bagi perusahaan teknologi, tantangannya adalah muncul dengan strategi AI yang memprioritaskan nilai nyata daripada hype—sebuah ujian yang akan menentukan babak berikutnya dari revolusi AI.
Sumber:
[1] The 2025 Hype Cycle for Artificial Intelligence Goes
[2] Gartner Hype Cycle Identifies Top AI Innovations in 2025
[3] Big Tech and Retail Earnings Signal Resilience Amid Uncertainty
[4] Alibaba's cloud-intelligence revenue grew 26% YoY in Q2 2025, but margins remain pressured at 8.8% adjusted EBITA, below the company's average
[5] Alibaba unveils AI chip as China races to close gap with Nvidia
[6] Earnings call transcript: Zhihu Q2 2025 sees AI-driven growth amid revenue dip
[7] Evaluating NVIDIA's Value After Q2 Earnings and China's AI ...
[8] Nvidia faces Wall Street's high expectations two years into AI boom
[9] Nvidia earnings could move stock 6% as AI boom and China tensions collide
[10] The AI Investment Correction: Reassessing Valuations and ...
[11] 550% Stock Surge: Is Palantir the Most Overvalued AI Stock?
[12] Welcome to the AI trough of disillusionment
[13] The 2025 Hype Cycle for Artificial Intelligence Goes
[14] Big Tech and Retail Earnings Signal Resilience Amid Uncertainty
[15] Nvidia faces Wall Street's high expectations two years into AI boom
[16] AI Hype Meets Reality: NVIDIA, Marvell , and Dell Stocks Tumble Amid Tech Sector Profit Squeeze and Geopolitical Headwinds
[17] AI Hype Meets Reality: NVIDIA, Marvell, and Dell Stocks Tumble Amid Tech Sector Profit Squeeze and Geopolitical Headwinds
[18] Gartner's AI Hype Cycle: GenAI and the Trough of Disillusionment
Disclaimer: Konten pada artikel ini hanya merefleksikan opini penulis dan tidak mewakili platform ini dengan kapasitas apa pun. Artikel ini tidak dimaksudkan sebagai referensi untuk membuat keputusan investasi.
Kamu mungkin juga menyukai
Kampanye Staking Falcon Finance Melampaui $1,57 Juta Dalam 24 Jam Setelah Peluncuran Buidlpad

XRP Ripple Kembali ke 100 Aset Global Teratas Berdasarkan Kapitalisasi Pasar saat Bitcoin Bersaing dengan Silver
Ethereum juga hampir menembus posisi 20 aset terbesar.


Berita trending
LainnyaHarga kripto
Lainnya








