Bitget App
Trading lebih cerdas
Beli kriptoPasarTradingFuturesEarnWawasanSelengkapnya
Imbal hasil stablecoin anjlok, era imbal hasil tinggi DeFi berakhir

Imbal hasil stablecoin anjlok, era imbal hasil tinggi DeFi berakhir

ForesightNews 速递ForesightNews 速递2025/11/27 12:13
Tampilkan aslinya
Oleh:ForesightNews 速递

Industri kripto harus beradaptasi dengan kehidupan setelah "pesta besar" berakhir.

Dunia kripto harus beradaptasi dengan kehidupan "setelah pesta berakhir".


Ditulis oleh: Justin Alick

Diterjemahkan oleh: Saoirse, Foresight News


Apakah era mendapatkan keuntungan dari kripto dengan mudah benar-benar telah berakhir? Setahun yang lalu, menaruh dana ke stablecoin seolah-olah memiliki "cheat code"—bisa mendapatkan bunga tinggi tanpa (katanya) menanggung risiko. Kini, ilusi itu telah sirna. Peluang imbal hasil stablecoin di seluruh dunia kripto telah menyusut drastis, membuat pemberi pinjaman DeFi dan para yield farmer terjebak dalam situasi hampir tanpa imbal hasil. Ke mana perginya "angsa emas" yang dulu menawarkan "APY tanpa risiko"? Siapa yang membuat yield farming menjadi "kota kosong"? Mari kita telusuri penyebab "kemunduran" imbal hasil stablecoin—dan situasinya memang tidak menggembirakan.


Mimpi Imbal Hasil "Tanpa Risiko" Telah Pupus


Masih ingat masa-masa indah itu (sekitar tahun 2021)? Saat itu, berbagai protokol membagikan imbal hasil dua digit untuk USDC dan DAI seperti membagikan permen. Platform terpusat menjanjikan imbal hasil stablecoin 8%-18%, dan dalam waktu kurang dari setahun, nilai aset kelolaan (AUM) mereka melonjak luar biasa. Bahkan protokol DeFi yang mengaku "konservatif" pun menawarkan imbal hasil di atas 10% untuk simpanan stablecoin. Saat itu, kita seolah telah memecahkan aturan keuangan, seolah-olah "durian runtuh" benar-benar ada! Investor ritel berbondong-bondong masuk, yakin telah menemukan "sihir" untuk mendapatkan 20% imbal hasil tanpa risiko di dunia stablecoin. Namun, kita semua kini tahu bagaimana akhirnya.


Loncat ke tahun 2025: mimpi "imbal hasil tanpa risiko" ini sudah sekarat. Imbal hasil stablecoin turun ke angka satu digit, bahkan nol, dihantam oleh "badai sempurna" dari berbagai faktor negatif. Janji "imbal hasil tanpa risiko" memang tidak realistis, dan kini benar-benar hancur. "Angsa emas" yang dulu diharapkan dari dunia DeFi, ternyata hanyalah "lalat tanpa kepala".


Harga Token Anjlok, Imbal Hasil Ikut Turun


Penyebab utama pertama sangat jelas: pasar bearish kripto. Harga token yang jatuh drastis menggerus "bahan bakar" imbal hasil. Bull market DeFi memang bergantung pada harga token yang tinggi—kamu bisa dapat 8% imbal hasil stablecoin karena protokol bisa mencetak dan membagikan token tata kelola yang nilainya melonjak. Namun saat harga token turun 80%-90%, "pesta imbal hasil" pun langsung berakhir. Insentif liquidity mining mengering atau jadi hampir tak bernilai. (Contohnya, token CRV milik Curve pernah hampir 6 dolar, kini di bawah 0,5 dolar—mengandalkannya untuk subsidi imbal hasil liquidity provider sudah tidak masuk akal.) Singkatnya: tanpa bull market, tidak ada "makan siang gratis".


Bersamaan dengan turunnya harga token, terjadi pula eksodus besar-besaran likuiditas. Total Value Locked (TVL) di DeFi telah menyusut drastis dari puncaknya. Setelah mencapai titik tertinggi di akhir 2021, TVL langsung anjlok, turun lebih dari 70% selama crash 2022-2023. Puluhan miliar dolar keluar dari berbagai protokol—baik karena investor cut loss, maupun karena kegagalan berantai yang memaksa likuidasi. Dengan hilangnya setengah modal, imbal hasil pun ikut menyusut: peminjam berkurang, biaya transaksi turun, insentif token yang bisa dibagikan juga jauh berkurang. Hasilnya: meski ada sedikit rebound di 2024, TVL DeFi (yang kini lebih mirip "Total Value Lost") masih jauh dari kejayaan masa lalu. Ketika "lahan pertanian" berubah jadi gurun, yield farming pun tak lagi panen.


Selera Risiko? Hampir Nol


Mungkin faktor paling krusial yang membunuh imbal hasil stablecoin sebenarnya sangat sederhana: ketakutan. Selera risiko investor kripto telah jatuh ke titik terendah. Setelah serangkaian "insiden horor" di CeFi dan "rug pull" di DeFi, bahkan pemain kripto paling agresif pun memilih "tidak ikut bermain". Baik ritel maupun whale, kebanyakan sudah meninggalkan "perburuan imbal hasil tinggi" yang dulu begitu populer. Sejak "bencana kripto" 2022, sebagian besar dana institusi berhenti masuk ke dunia kripto; sementara ritel yang pernah rugi kini jadi sangat hati-hati. Perubahan mentalitas ini sangat jelas: jika sebuah aplikasi pinjaman yang tidak jelas bisa lenyap dalam semalam, mengapa harus ambil risiko demi 7% imbal hasil? "Jika sesuatu terdengar terlalu bagus untuk jadi kenyataan, mungkin memang tidak nyata"—kalimat ini akhirnya benar-benar dipahami.


Bahkan di dalam dunia DeFi sendiri, pengguna hanya mau memilih cara investasi paling aman, menghindari strategi lain. Yield farming leverage yang dulu populer di "DeFi Summer" kini jadi permainan minoritas. Aggregator yield dan liquidity pool juga sepi—Yearn Finance sudah bukan topik panas di Twitter kripto. Singkatnya, kini tak ada yang mau mencoba strategi "risiko tinggi" yang rumit. Sikap aversi risiko yang merata ini membunuh imbal hasil tinggi yang dulu didapat dari menanggung risiko. Tanpa selera risiko, tidak ada risk premium. Yang tersisa hanyalah suku bunga dasar yang tipis.


Selain itu, perlu dipertimbangkan pula perubahan di tingkat protokol: platform DeFi sendiri kini makin aversi risiko. Banyak platform memperketat persyaratan jaminan, menetapkan batas pinjaman, atau menutup pool yang tidak menguntungkan. Setelah melihat pesaing bangkrut satu per satu, protokol-protokol ini tidak lagi "mengejar pertumbuhan dengan segala cara". Artinya, insentif agresif berkurang, model bunga jadi lebih konservatif—yang pada akhirnya makin menekan imbal hasil.


"Balas Dendam" TradFi: Imbal Hasil Obligasi Jangka Pendek 5%, Mengapa Puas dengan DeFi 3%?


Ironisnya, dunia keuangan tradisional (TradFi) kini menawarkan imbal hasil lebih tinggi daripada kripto. Pada 2023-2024, kenaikan suku bunga Federal Reserve AS mendorong "risk-free rate" (imbal hasil obligasi pemerintah) mendekati 5%. Tiba-tiba, bahkan obligasi jangka pendek nenek yang dulu dianggap "membosankan" pun hasilnya mengalahkan banyak pool DeFi! Ini membalikkan keadaan sepenuhnya. Daya tarik pinjaman stablecoin dulu adalah: bank hanya memberi bunga 0,1%, DeFi bisa memberi 8%. Tapi saat obligasi pemerintah menawarkan 5% "tanpa risiko", imbal hasil satu digit DeFi jadi tak menarik lagi setelah disesuaikan risiko. Toh, jika pemerintah AS bisa memberi hasil lebih tinggi, mengapa investor rasional harus menaruh dana di smart contract yang tidak jelas hanya demi 4%?


Faktanya, "selisih imbal hasil" ini menyebabkan dana keluar dari dunia kripto. Investor besar mulai menaruh dana di obligasi atau reksa dana pasar uang yang aman, bukan di "lahan tambang" stablecoin. Bahkan penerbit stablecoin pun tak bisa mengabaikan tren ini—mereka mulai menaruh cadangan di obligasi pemerintah untuk meraup hasil (dan sebagian besar hasil itu mereka simpan sendiri). Akibatnya: banyak stablecoin menganggur di wallet, tidak beredar. Opportunity cost memegang stablecoin "tanpa hasil" jadi sangat tinggi—bunga yang hilang mencapai ratusan juta dolar. Saat suku bunga dunia nyata melonjak, dana yang tertahan di stablecoin "hanya mendukung cash" tidak menghasilkan apa-apa. Singkatnya: TradFi "merebut" bisnis DeFi. Jika DeFi ingin imbal hasilnya kompetitif, harus naik—tapi tanpa permintaan baru, imbal hasil tak bisa naik. Maka, dana pun terus mengalir keluar.


Sekarang, Aave atau Compound (protokol pinjaman DeFi terkenal) mungkin menawarkan sekitar 4% APY untuk USDC (dengan berbagai risiko), tapi imbal hasil obligasi pemerintah AS satu tahun setara atau bahkan lebih tinggi. Sederhananya: setelah disesuaikan risiko, DeFi tak lagi bisa bersaing dengan TradFi. Dana cerdas sudah paham ini—kecuali situasi berubah, dana tidak akan kembali ke DeFi dalam jumlah besar.


Penerbitan Token Protokol: Tidak Berkelanjutan dan Hampir Berakhir


Sejujurnya: imbal hasil stablecoin tinggi di awal memang penuh "udara". Sumbernya dari inflasi token, subsidi VC, atau pada dasarnya skema "Ponzi". Model ini memang tidak bisa bertahan lama. Pada 2022, banyak protokol harus menghadapi kenyataan: di bear market, jika tetap membayar APY 20%, ujung-ujungnya bangkrut. Kita menyaksikan satu per satu protokol mengurangi reward, menutup proyek—karena model ini memang tidak berkelanjutan. Aktivitas liquidity mining menyusut; saat kas menipis, insentif token juga berkurang drastis. Beberapa "lahan tambang" bahkan benar-benar "kehabisan token"—"sumber imbal hasil" kering, investor pemburu hasil pun pergi.


Demam yield farming telah benar-benar menjadi gelembung. Protokol yang dulu terus-menerus menerbitkan token kini kesulitan menghadapi akibatnya: harga token jatuh ke dasar, "modal spekulatif" pemburu hasil jangka pendek sudah lama hengkang.


Faktanya, "kereta hasil tinggi" sudah benar-benar keluar jalur. Proyek kripto tak lagi bisa menarik pengguna hanya dengan "mencetak token dari udara"—kalau dipaksakan, nilai token sendiri hancur atau regulator akan turun tangan. Selain itu, investor baru yang mau "ikut menambang dan menjual token" (alias "penampung terakhir") makin sedikit, siklus "imbal hasil tidak berkelanjutan" pun benar-benar putus. Kini, imbal hasil yang tersisa hanyalah yang benar-benar didukung pendapatan nyata (biaya transaksi, selisih bunga)—dan skala hasil ini jauh lebih kecil. DeFi terpaksa menuju kedewasaan, namun dalam proses ini, imbal hasilnya pun "kembali ke realitas", menyusut drastis.


Yield Farming: Kota Kosong


Semua faktor di atas berpadu membuat yield farming nyaris jadi "kota kosong". "Lahan tambang" yang dulu ramai dan strategi investasi agresif kini seolah jadi "sejarah kuno". Kini, coba lihat Twitter kripto—masih adakah yang pamer APY 1000% atau token "lahan tambang" baru? Hampir tidak ada. Yang ada justru investor kawakan yang kecewa dan ritel yang "nyangkut" lalu ingin keluar. Peluang hasil yang tersisa kini kecil, berisiko tinggi (sehingga diabaikan modal utama), atau imbal hasilnya sangat rendah. Pemegang ritel memilih membiarkan stablecoin menganggur (tanpa hasil, asal aman), atau menguangkannya ke fiat dan masuk ke reksa dana pasar uang konvensional. Whale memilih bekerja sama dengan institusi TradFi untuk hasil, atau langsung pegang dolar, tak tertarik dengan "permainan hasil" DeFi. Akhirnya: "lahan pertanian" gersang, tak ada panen. "Musim dingin" DeFi telah tiba, "tanaman" tak bisa tumbuh.


Bahkan di area yang masih ada hasil, suasananya sudah sangat berbeda. Protokol DeFi kini mulai mempromosikan integrasi dengan "aset dunia nyata", demi bisa menawarkan hasil 5%-6% di beberapa bidang. Intinya, mereka secara aktif "menyambungkan diri" ke TradFi—ini sama saja mengakui: hanya mengandalkan aktivitas on-chain, tak bisa lagi menghasilkan imbal hasil kompetitif. Mimpi "ekosistem hasil tinggi mandiri kripto" perlahan memudar. Dunia DeFi akhirnya sadar: jika ingin "imbal hasil tanpa risiko", pada akhirnya tetap harus mengikuti jalur TradFi (beli obligasi pemerintah atau aset dunia nyata lain). Faktanya: hasil seperti ini pun paling-paling hanya bertahan di "angka tengah satu digit". DeFi telah kehilangan keunggulan masa lalunya.


Kondisi saat ini: imbal hasil stablecoin yang kita kenal telah benar-benar punah. APY 20% memang ilusi, bahkan masa-masa hasil 8% pun sudah berlalu. Yang tersisa hanyalah realitas dingin: kini, jika ingin mengejar hasil tinggi di dunia kripto, harus siap menanggung risiko sangat besar (dan mungkin rugi total), atau hanya "mengejar fatamorgana". Rata-rata suku bunga pinjaman stablecoin DeFi, meski bisa mengalahkan deposito berjangka bank (CD), keunggulannya sangat tipis. Setelah disesuaikan risiko, imbal hasil DeFi kini bahkan terkesan lucu dibanding opsi investasi lain.


Tidak Ada Lagi "Makan Siang Gratis" di Dunia Kripto


Mari hadapi kenyataan dengan sudut pandang "pesimis": era mendapatkan hasil stablecoin dengan mudah telah berakhir. Mimpi "imbal hasil tanpa risiko" DeFi bukanlah mati secara alami, melainkan "dicekik" oleh banyak faktor—hukum pasar, ketakutan investor, persaingan TradFi, hilangnya likuiditas, ekonomi token yang tidak berkelanjutan, tekanan regulator, dan realitas dingin. Dunia kripto pernah mengalami pesta hasil tinggi ala "Wild West", namun akhirnya berakhir tragis. Kini, "penyintas" berjuang di reruntuhan, bisa dapat hasil 4% saja sudah dianggap "kemenangan".


Apakah ini berarti DeFi sudah tamat? Tidak juga. Inovasi selalu bisa melahirkan peluang baru. Namun, nada dasar industri telah berubah secara fundamental: ke depan, hasil di dunia kripto harus diperoleh lewat "nilai nyata" dan "risiko yang wajar", bukan mengandalkan "uang ajaib internet". Masa-masa "stablecoin bisa hasil 9% hanya karena angkanya naik" sudah berlalu. DeFi bukan lagi "pilihan bodoh yang pasti lebih baik dari rekening bank"—bahkan, dari banyak sisi, kini justru lebih buruk.


Pertanyaan yang patut direnungkan: apakah yield farming bisa bangkit lagi? Atau, memang sejak awal hanya "gimmick sementara" di era suku bunga nol? Untuk saat ini, prospeknya suram. Mungkin jika suku bunga global turun lagi, DeFi bisa menarik perhatian lewat hasil "beberapa persen lebih tinggi", tapi kepercayaan pasar sudah sangat rusak. Mengembalikan "jin keraguan" ke dalam botol sangatlah sulit.


Saat ini, komunitas kripto harus menghadapi kenyataan pahit: di dunia DeFi, tidak ada peluang "dapat 10% tanpa risiko". Jika ingin hasil tinggi, harus menaruh dana di proyek yang sangat fluktuatif atau skema rumit—padahal justru risiko inilah yang seharusnya dihindari stablecoin. Nilai inti hasil stablecoin seharusnya adalah "tempat berlindung yang aman sekaligus menghasilkan". Kini, ilusi itu telah benar-benar hancur. Pasar akhirnya sadar: yang disebut "tabungan stablecoin" seringkali hanyalah istilah halus untuk "bermain api".


Mungkin, "pembersihan" ini bukan hal buruk bagi industri. Menghapus hasil palsu dan janji tak berkelanjutan bisa membuka jalan bagi peluang investasi yang lebih nyata dan masuk akal. Namun, itu hanya visi jangka panjang. Realitas saat ini sangat jelas dan kejam: stablecoin masih bisa menawarkan "stabilitas", tapi tak lagi bisa menjanjikan "hasil". Pasar yield farming kripto terus merosot, banyak "petani" lama sudah benar-benar keluar. DeFi yang dulu "lahan subur hasil dua digit", kini bahkan "hasil setara obligasi pemerintah" pun sulit dicapai, dengan risiko jauh lebih tinggi. Pasar sudah menyadari ini, dan memilih dengan "kaki" (dan dana).


Dari sudut pandang kritis, pertanyaan tajam pun muncul: jika gerakan keuangan yang katanya "revolusioner" ini bahkan kalah dari "portofolio obligasi nenek", apa nilainya? Dunia DeFi harus menjawab pertanyaan ini—jika tidak, "musim dingin" hasil stablecoin akan terus menyebar. Hype telah hilang, hasil lenyap, "turis spekulan" pun sudah pergi. Yang tersisa hanyalah industri yang terpaksa menghadapi keterbatasannya sendiri.


Sementara itu, mari kita "mengheningkan cipta" untuk istilah "imbal hasil tanpa risiko". Dulu membawa kegembiraan, kini sudah berakhir. Sekarang, saatnya kembali ke realitas: imbal hasil stablecoin pada dasarnya sudah nol, dunia kripto harus beradaptasi dengan kehidupan "setelah pesta berakhir". Bersiaplah, jangan mudah percaya janji "hasil tinggi mudah" yang baru. Di pasar saat ini, tidak ada "makan siang gratis". Semakin cepat kita menerima ini, semakin cepat kita bisa membangun kembali kepercayaan—dan mungkin suatu hari nanti, kita bisa menemukan hasil yang "diperoleh lewat usaha, bukan dari udara kosong".

0

Disclaimer: Konten pada artikel ini hanya merefleksikan opini penulis dan tidak mewakili platform ini dengan kapasitas apa pun. Artikel ini tidak dimaksudkan sebagai referensi untuk membuat keputusan investasi.

PoolX: Raih Token Baru
APR hingga 12%. Selalu aktif, selalu dapat airdrop.
Kunci sekarang!

Kamu mungkin juga menyukai

Ledakan Besar Token Meme: Apakah “Ekonomi Kreator 2.0” dari Base adalah sebuah revolusi, atau hanya permainan lain yang dimanfaatkan oleh para bandar?

Token Konten (Content Coins) dan Token Kreator (Creator Coins) diajukan sebagai skema baru bagi kreator untuk mendapatkan penghasilan di jaringan Rollup, dengan menghasilkan pendapatan melalui penerbitan token dan biaya transaksi. Namun, terdapat masalah seperti spekulasi, manipulasi pasar, dan insentif yang tidak selaras. Ringkasan ini dihasilkan oleh Mars AI. Keakuratan dan kelengkapan konten yang dihasilkan oleh model Mars AI masih dalam tahap iterasi dan pembaruan.

MarsBit2025/11/27 18:11
Ledakan Besar Token Meme: Apakah “Ekonomi Kreator 2.0” dari Base adalah sebuah revolusi, atau hanya permainan lain yang dimanfaatkan oleh para bandar?

JPMorgan menyerukan "overweight" untuk China: beli saat koreksi, kenaikan tahun depan bisa diharapkan!

Bank-bank besar Wall Street mulai bergerak, JPMorgan dan Fidelity International sama-sama menunjukkan bahwa sekarang adalah saat yang tepat untuk masuk pasar, dengan potensi keuntungan tahun depan yang jauh melebihi risikonya!

Jin102025/11/27 18:05