Seiring dengan semakin dekatnya Clarity Act untuk menjadi undang-undang pada awal 2026, spekulasi semakin meningkat mengenai bagaimana Ripple akan mengelola kepemilikan XRP-nya, khususnya yang melebihi ambang batas 20%. Menurut analis kripto Zach Rector, tren historis menunjukkan bahwa XRP kemungkinan akan mengalami lonjakan harga signifikan bahkan sebelum undang-undang tersebut disahkan, mencerminkan pola masa lalu “buy the rumor, sell the news.”
Ripple memegang 34,4 miliar XRP dalam escrow per 10 Desember, yang berarti Ripple kemungkinan perlu melepas, mentransfer, atau membakar lebih dari 14 miliar XRP untuk mematuhi aturan baru. Bagaimana hal ini akan dilakukan masih belum pasti, dengan berbagai strategi yang sedang didiskusikan di komunitas.
Rumor yang disorot oleh akun X MackAttackXRP menunjukkan beberapa pendekatan potensial bagi Ripple untuk mengelola kepemilikan XRP-nya yang melebihi ambang batas 20%:
- Secara bertahap menjual kelebihan XRP kepada pembeli institusional besar seperti hedge fund atau asset manager.
- Memindahkan kendali atas beberapa akun escrow ke entitas independen.
- Menjual hak atas rilis escrow di masa depan tanpa mempengaruhi pasar.
- Kemungkinan kecil untuk membakar sebagian XRP guna mengurangi suplai dan menstabilkan harga.
- Baca Juga :
- Legislator AS Dorong Kripto Masuk ke Rencana 401(k), Bitcoin Incar $250,000
- ,
Kemungkinan lain adalah penjualan terkontrol dalam jangka panjang selama beberapa tahun, mirip dengan pengelolaan Ripple saat ini atas rilis bulanan 1 miliar XRP. Laporan orang dalam juga mengindikasikan bahwa sekitar 1.700 kontrak escrow yang dibuat sejak 2017 mungkin sudah dialokasikan ke institusi, pemerintah, atau IMF, dengan Ripple hanya mengelolanya. Setelah Clarity Act disahkan, kontrak-kontrak ini bisa diungkapkan, yang berpotensi mempengaruhi dinamika pasar.
Rector menekankan bahwa investor sebaiknya tidak “mengabaikan” sampai undang-undang disahkan. Ia mencatat bahwa XRP sudah melonjak 650% pada 2025, dengan kenaikan besar sebelum pemilu presiden dan peluncuran ETF, menggambarkan bahwa peristiwa regulasi sering kali mendorong pergerakan harga secara pre-emptive.
“Menunggu hingga Clarity Act ditandatangani bisa membuat investor mendapatkan keuntungan yang jauh lebih kecil,” kata Rector.
Menjelang akhir 2025, para pemegang XRP dengan cermat mengamati perkembangan regulasi dan potensi manuver pasar oleh Ripple. Kombinasi antara penundaan legislatif dan strategi pasar spekulatif menunjukkan bahwa fase berikutnya dari aksi harga XRP bisa menjadi sangat krusial bagi investor ritel maupun institusi.


