Pasar Bitcoin sedang mengalami perubahan besar. Jika sebelumnya didominasi oleh para penambang dan spekulan ritel, kini aksi harga dan dinamika suplai cryptocurrency ini semakin dipengaruhi oleh investor institusional dan kas perusahaan. Transformasi ini terlihat jelas dari akumulasi strategis Bitcoin oleh perusahaan seperti MicroStrategy dan diversifikasi portofolio institusional ke altcoin, serta dorongan regulasi dan makroekonomi yang memperkuat tren ini.
MicroStrategy, yang kini berganti nama menjadi “Strategy,” telah menegaskan perannya sebagai pemegang Bitcoin korporasi terbesar, dengan 629.376 BTC senilai sekitar $73,96 miliar per Agustus 2025 [1]. Aksi beli agresif perusahaan ini—dengan rata-rata $73.320 per bitcoin—telah menciptakan efek kelangkaan struktural, menghilangkan 18% dari suplai Bitcoin yang beredar dari perdagangan aktif [3]. Strategi ini, yang dipelopori oleh CEO Michael Saylor, memperlakukan Bitcoin sebagai “emas digital” untuk lindung nilai terhadap devaluasi fiat, sebuah narasi yang kini diikuti oleh para pemain institusional besar.
Pembelian terbaru, termasuk 430 BTC senilai $51,4 juta pada harga $119.666 per koin, menegaskan komitmen Strategy untuk terus mengakumulasi Bitcoin saat harga turun [6]. Meski memperoleh imbal hasil 56% (keuntungan belum terealisasi sebesar $25,8 miliar), saham perusahaan menghadapi volatilitas, mencerminkan skeptisisme pasar yang lebih luas terhadap neraca yang berfokus pada kripto. Namun, pengaruh Strategy melampaui kepemilikannya sendiri: pembelian melalui OTC dan perjanjian privat menghindari distorsi harga spot, memungkinkan mereka memperbesar posisi tanpa memicu kepanikan pasar [5].
Institusionalisasi Bitcoin bukan lagi tren minoritas. Pada kuartal kedua 2025, lebih dari 70 perusahaan publik memegang Bitcoin dalam kas mereka, dengan ETF Bitcoin spot AS mengumpulkan $132,5 miliar aset kelolaan. BlackRock’s iShares Bitcoin Trust (IBIT) sendiri mengantongi $50 miliar, dengan arus masuk rekor sebesar $496,8 juta pada 19 Juli 2025 [2]. ETF ini telah menjadi proksi permintaan institusional, dengan arus masuk dan keluar harian yang secara langsung memengaruhi pergerakan harga Bitcoin.
Kejelasan regulasi semakin mempercepat adopsi. CLARITY dan GENIUS Acts, yang disahkan pada 2024, memberikan kerangka hukum yang melegitimasi Bitcoin sebagai aset institusional [4]. Sementara itu, pembentukan Strategic Bitcoin Reserve oleh pemerintah AS—dengan rencana membeli 1 juta BTC—menandakan permintaan di tingkat negara, memperkuat status Bitcoin sebagai aset cadangan strategis [2].
Meski Bitcoin tetap menjadi pilar utama strategi kripto korporasi, institusi mulai melakukan diversifikasi ke altcoin. Lion Group Holding (LGHL), perusahaan yang terdaftar di Nasdaq, telah mengalokasikan $9,6 juta ke portofolio token berpotensi tinggi, termasuk 1.015.680 SUI (Sui), 128.929 HYPE (Hyperliquid), dan 6.629 SOL (Solana) [5]. Langkah ini mencerminkan pergeseran institusional yang lebih luas ke keuangan terdesentralisasi (DeFi) dan infrastruktur blockchain, dengan LGHL bermitra dengan Autonomous Holdings dan Galaxy Digital untuk mengoptimalkan strategi kas mereka [1].
Hyperliquid, khususnya, telah menjadi pusat perhatian institusi. CEO LGHL, Wilson Wang, menekankan bahwa HYPE merupakan “ekstensi alami” dari bisnis derivatif perusahaan ke pasar terdesentralisasi [6]. Integrasi token ini ke portofolio institusional didukung oleh BitGo Trust Company untuk kustodian dan staking, menjawab kekhawatiran keamanan dan kepatuhan [5]. Analis memprediksi permintaan menengah untuk HYPE bisa melonjak seiring percepatan adopsi institusional terhadap protokol DeFi [2].
Kebangkitan pembeli institusional secara fundamental telah mengubah struktur pasar Bitcoin. Data on-chain menunjukkan bahwa whale menambah 16.000 BTC selama Q2–Q3 2025, dengan skor akumulasi 0,90—pola yang mencerminkan pra-bull market 2019 [1]. Exchange Whale Ratio, metrik utama yang melacak aktivitas penyimpanan jangka panjang, mencapai level tertinggi sejak September 2024, menandakan keyakinan institusional yang berkelanjutan [1].
Penambang, yang dulunya menjadi sumber utama suplai Bitcoin, kini berperan sekunder. Meski hashrate dan biaya energi mereka tetap relevan, permintaan institusional telah menjadi kekuatan dominan dalam penemuan harga. Sebagai contoh, pembelian Bitcoin mingguan Strategy sebesar $1 miliar—yang tersebar di saluran OTC—tidak berdampak signifikan pada pasar spot, seperti yang dicatat oleh bendahara perusahaan Shirish Jajodia [4]. Ini berbeda dengan guncangan suplai yang didorong penambang, yang secara historis menyebabkan volatilitas harga melalui peristiwa halving atau perubahan profitabilitas penambangan.
Evolusi Bitcoin menjadi kelas aset korporasi sedang membentuk ulang lanskap investasi. Dari cadangan BTC MicroStrategy senilai $73 miliar hingga diversifikasi altcoin Lion Group, institusi memperlakukan kripto sebagai cadangan strategis, lindung nilai, dan aset penghasil pendapatan. Kejelasan regulasi, arus masuk ETF, dan dorongan makroekonomi—seperti perintah eksekutif Presiden Trump yang mengizinkan Bitcoin di akun 401(k)—semakin melegitimasi pergeseran ini [4].
Seiring permintaan institusional melampaui pengaruh penambang, harga Bitcoin semakin terlepas dari faktor sisi suplai tradisional. Bagi investor, ini berarti paradigma baru: di mana kas korporasi dan ETF institusional yang menentukan dinamika pasar, bukan naik turunnya aktivitas penambangan. Masa depan Bitcoin kini bukan lagi ditambang—tetapi dibeli.
Sumber:
[1] Institutional Adoption and the 2025 Crypto Market
[2] Why Bitcoin's Institutional Adoption Makes It a Strategic ...
[3] Bitcoin ETFs Rebound as Institutional Confidence Resurges [https://www.bitget.com/news/detail/12560604933625]
[4] Bitcoin for Corporations is May 6-7, 2025 in Orlando, FL
[5] LGHL Expands Crypto Treasury to $9.6M with SUI Purchase, Token Rises 4%
[6] Hyperliquid Chosen as Core Reserve in Lion Group's ...