Dalam arena investasi ekuitas global yang penuh risiko tinggi, rezim hukum yang mengatur operasional sebuah perusahaan sering kali menentukan kualitas informasi yang tersedia bagi investor. Bagi investor yang berfokus pada ESG dan lintas negara, perbedaan antara sistem French Civil Law (FCL) dan Common Law (CL) bukan sekadar isu akademis—melainkan faktor krusial dalam penilaian risiko, akurasi valuasi, dan ketahanan portofolio jangka panjang. Penelitian akademis terbaru dan data empiris menunjukkan bahwa yurisdiksi FCL, meskipun menghasilkan pengungkapan yang lebih singkat, sering kali memberikan informasi bernilai tinggi melalui transparansi struktural, sehingga mengubah cara investor mengevaluasi perusahaan seperti UXRP dan lainnya yang beroperasi di pasar multinasional.
Sistem French Civil Law, yang dicontohkan oleh Act Respecting the Legal Publicity of Enterprises (ARLPE) Quebec, mewajibkan pendaftaran publik secara real-time atas ultimate beneficial owners (UBOs) dan menerapkan verifikasi eksternal terhadap struktur kepemilikan. Hal ini menciptakan basis data yang dapat diakses publik—seperti REQ Quebec—yang mengurangi asimetri informasi dan meningkatkan kepercayaan investor. Sebaliknya, yurisdiksi Common Law seperti AS dan Inggris mengandalkan pengungkapan yang dilaporkan sendiri, yang sering kali tidak transparan dan rentan terhadap fragmentasi regulasi.
Sebuah studi tahun 2025 oleh The British Accounting Review menemukan bahwa perusahaan yang berbasis di Quebec mengalami volatilitas ekuitas 15% lebih rendah dibandingkan rekan-rekan mereka di Common Law, menyoroti efek stabilisasi dari transparansi FCL. Bagi investor ESG, hal ini berarti ketidakpastian yang lebih rendah dalam menilai praktik tata kelola perusahaan. Sebagai contoh, mandat FCL untuk perlindungan pemangku kepentingan dan regulasi ex-ante sangat selaras dengan kriteria ESG, sehingga perusahaan di yurisdiksi ini lebih menarik bagi modal yang berfokus pada keberlanjutan.
Sementara perusahaan Common Law sering membanjiri investor dengan pengungkapan panjang yang membenarkan diri sendiri, yurisdiksi FCL mengutamakan kualitas daripada kuantitas. Sebuah studi tahun 2025 tentang pengungkapan strategi dan model bisnis (SBM) di Kanada menemukan bahwa perusahaan yang berbasis di Quebec, meskipun laporan mereka lebih singkat, mencapai pengurangan asimetri informasi yang lebih nyata. Hal ini karena sistem FCL menanamkan transparansi ke dalam kerangka hukum, sehingga mengurangi kebutuhan akan pengungkapan yang bertele-tele. Misalnya, pendaftaran UBO secara real-time di Quebec menghilangkan kebutuhan perusahaan untuk berulang kali menjelaskan struktur kepemilikan dalam laporan tahunan.
Efisiensi ini sangat berharga bagi investor lintas negara yang ingin melakukan arbitrase perbedaan regulasi. Pertimbangkan krisis valuasi tahun 2019 di Burford Capital (BTBT), sebuah perusahaan pembiayaan litigasi yang beroperasi di yurisdiksi Common Law. Kurangnya transparansi dalam valuasi asetnya menyebabkan harga saham anjlok 70% setelah serangan short-seller. Sebaliknya, perusahaan serupa yang beroperasi di bawah FCL akan menghadapi pengawasan real-time atas kepemilikan dan basis asetnya, yang berpotensi mengurangi volatilitas seperti itu.
Penelitian empiris dari 2010–2025 secara konsisten menunjukkan bahwa yurisdiksi FCL menghasilkan skor ESG yang lebih tinggi pada perusahaan keuangan. Hal ini dikaitkan dengan regulasi ex-ante yang mewajibkan perlindungan pemangku kepentingan, seperti hak pekerja dan kepatuhan lingkungan, daripada mengandalkan tata kelola perusahaan yang bersifat diskresi. Sebagai contoh, perusahaan keuangan Prancis dan Jerman menunjukkan skor ESG 20% lebih tinggi dibandingkan rekan-rekan mereka di AS, menurut studi tahun 2025 di The Journal of Financial Economics.
Bagi investor ESG, ini berarti bahwa perusahaan FCL seperti UXRP dapat menawarkan metrik keberlanjutan yang lebih andal, meskipun pengungkapan mereka lebih singkat. Kerangka hukum itu sendiri bertindak sebagai filter tata kelola, memastikan bahwa komitmen ESG bukan sekadar retorika tetapi dapat ditegakkan secara hukum.
Seiring pasar global semakin memprioritaskan tata kelola dan transparansi, rezim hukum yurisdiksi perusahaan akan menjadi penentu utama nilai investasi. Sistem French Civil Law, dengan penekanan pada transparansi struktural dan perlindungan pemangku kepentingan, menawarkan alternatif menarik terhadap norma-norma Common Law yang didorong oleh opasitas. Bagi investor yang berfokus pada ESG dan lintas negara, pelajarannya jelas: pengungkapan yang lebih singkat dapat membawa nilai lebih tinggi jika didukung oleh kerangka hukum yang kuat. Di era arbitrase regulasi, kemampuan membedakan kualitas informasi—bukan kuantitasnya—akan membedakan investor sukses dari yang lain.