XRP milik Ripple telah mengalami perubahan besar pada tahun 2025, muncul sebagai fondasi utama sistem penyelesaian bernilai tinggi tingkat institusional. Evolusi ini didorong oleh tiga pilar: kejelasan regulasi, inovasi teknologi, dan kemitraan strategis. Putusan U.S. Securities and Exchange Commission (SEC) pada Agustus 2025, yang mengklasifikasikan ulang XRP bukan sebagai sekuritas di pasar sekunder, menjadi momen penting. Keputusan ini tidak hanya menyelesaikan ketidakpastian hukum selama bertahun-tahun, tetapi juga membuka banjir modal institusional, dengan lebih dari $1.2 billion mengalir ke XRP melalui produk seperti ProShares Ultra XRP ETF (UXRP) hanya dalam enam bulan [1]. Analis memperkirakan arus masuk dapat mencapai $5–$8 billion pada Oktober 2025, menandakan perubahan paradigma dalam cara institusi memandang utilitas XRP [2].
Dari sisi teknologi, XRP Ledger (XRPL) telah berkembang untuk memenuhi kebutuhan institusional. Amandemen XLS-30 Automated Market Maker (AMM) telah meningkatkan likuiditas untuk perdagangan skala besar, sementara integrasi dengan penyedia oracle seperti DIA dan Chainlink telah menjembatani kesenjangan antara keuangan tradisional dan blockchain. Oracle ini memungkinkan data real-time dari buku besar bank dimasukkan ke dalam smart contract, mengatasi kekhawatiran utama terkait transparansi dan kepatuhan [1]. Sebagai contoh, kolaborasi Ripple dengan SBI Remit dan Santander telah menunjukkan kemampuan XRP untuk memangkas waktu penyelesaian lintas negara dari beberapa hari menjadi hitungan detik, dengan biaya likuiditas berkurang hingga 70% [4].
Dampak nyata dari adopsi institusional XRP terlihat dalam perannya sebagai aset jembatan. Layanan On-Demand Liquidity (ODL) Ripple memproses transaksi senilai $1.3 trillion hanya pada Q2 2025, dengan kasus penggunaan mencakup remitansi, operasi treasury, dan ekosistem stablecoin. Peluncuran RLUSD, stablecoin yang mematuhi New York Department of Financial Services (NYDFS), semakin memperkuat posisi XRP sebagai alat manajemen likuiditas. Volume sirkulasi RLUSD sebesar $642 million menegaskan perannya dalam menghubungkan XRP ke pasar fiat, memungkinkan penyelesaian lintas negara yang mulus [3].
Keunggulan teknis XRP—waktu penyelesaian 3–5 detik, biaya per transaksi $0.0002, dan efisiensi energi 99.99% lebih baik dibandingkan Bitcoin—menjadikannya alternatif menarik bagi sistem lama [4]. Institusi seperti Bank of America dan PNC Bank kini tengah mengeksplorasi XRP untuk operasi treasury, sementara bank sentral di Bhutan dan Palau telah melakukan uji coba proyek mata uang digital berbasis XRP [1]. Perkembangan ini sejalan dengan tren yang lebih luas dalam central bank digital currencies (CBDCs), menempatkan XRP sebagai lapisan infrastruktur hibrida untuk keuangan tradisional dan terdesentralisasi.
Penting untuk dicatat, kasus penggunaan XRP tingkat institusional bukan bersifat spekulatif, melainkan berakar pada penciptaan nilai nyata. Lebih dari 300 institusi keuangan kini memanfaatkan RippleNet untuk pembayaran lintas negara, dan 5.3 juta dompet XRP di jaringan mencerminkan adopsi pengguna yang terus tumbuh [4]. Seiring kerangka regulasi yang semakin matang dan kemitraan yang meluas, XRP siap mendefinisikan ulang pembayaran global, menawarkan solusi yang skalabel dan hemat biaya untuk penyelesaian bernilai tinggi.
**Sumber:[1] Ripple's Oracle Innovation: A Game-Changer for XRP's Institutional Adoption [2] The Future of XRP: Decentralized Governance and Institutional Confidence [https://www.bitget.com/news/detail/12560604936481][3] Regulatory Clarity and Institutional Adoption: The Catalysts for XRP’s 2025–2026 Price Surge [4] XRP Institutional Adoption and Price Forecast 2025