Pemerintah Amerika Serikat telah memperketat kontrol ekspor pada manufaktur semikonduktor, secara efektif mencabut otorisasi yang dimiliki oleh perusahaan Korea Selatan, Samsung dan SK Hynix, untuk menerima peralatan semikonduktor asal AS guna operasional di Tiongkok. Langkah ini, yang dijelaskan dalam Federal Register, menghapus status "Validated End User" (VEU) dari perusahaan-perusahaan tersebut yang sebelumnya memungkinkan pemasok AS mengirim barang kepada mereka tanpa memerlukan lisensi ekspor individual, sehingga prosesnya menjadi lebih efisien dan andal. Perubahan ini sejalan dengan upaya lebih luas AS untuk membatasi akses Tiongkok terhadap teknologi semikonduktor canggih sejak 2018, khususnya dalam konteks keamanan nasional dan persaingan teknologi. Departemen Perdagangan akan mengizinkan perusahaan-perusahaan ini untuk mengoperasikan fasilitas yang sudah ada di Tiongkok, namun tidak akan memberikan lisensi untuk ekspansi kapasitas atau peningkatan teknologi [1].
Pencabutan otorisasi ini merupakan bagian dari pergeseran strategis dalam kebijakan kontrol ekspor AS yang telah berkembang selama beberapa pemerintahan. Pemerintahan Trump dan Biden telah memperluas pembatasan pada semikonduktor canggih, alat desain, dan peralatan manufaktur melalui kombinasi daftar entitas, kontrol berbasis teknologi, dan aturan khusus negara. Pada 2022, pemerintahan Biden menambahkan chip logika canggih, GPU, dan peralatan manufaktur ke dalam Commerce Control List, sementara pemerintahan Trump, per 2025, terus memperkuat langkah-langkah ini dengan menambahkan lebih banyak entitas Tiongkok ke Entity List dan membatasi produk-produk kunci seperti Nvidia H20 GPU [2].
Dampak dari perubahan ini diperkirakan akan terasa di seluruh rantai pasokan semikonduktor. Produsen peralatan AS seperti Lam Research, Applied Materials, dan KLA Corp kemungkinan akan mengalami penurunan penjualan ke Tiongkok, karena aturan baru mengharuskan adanya lisensi untuk semua pengiriman peralatan di masa depan ke Samsung dan SK Hynix. Saham perusahaan-perusahaan ini turun sebagai respons atas berita tersebut, menandakan kekhawatiran investor terhadap berkurangnya akses ke pasar manufaktur Tiongkok. Pergeseran ini juga berpotensi menguntungkan perusahaan AS seperti Micron, yang bersaing langsung dengan produsen chip memori asal Korea Selatan [1].
Pemerintah AS juga telah berkoordinasi dengan Jepang dan Belanda untuk menyelaraskan kebijakan kontrol ekspor, memperkuat konsensus global dalam membatasi akses Tiongkok terhadap manufaktur semikonduktor canggih. Kontrol ini semakin diperkuat oleh Foreign Direct Product Rule (FDPR), yang memperluas pembatasan pada barang yang diproduksi menggunakan teknologi atau perangkat lunak AS, bahkan jika diproduksi di luar AS. FDPR telah diperluas tidak hanya mencakup peralatan, tetapi juga chip dan teknik pengemasan, memastikan bahwa bahkan akses tidak langsung ke teknologi canggih AS pun dikendalikan secara ketat [2].
Meski demikian, masih terdapat celah dan upaya pengelakan. Beberapa perusahaan Tiongkok telah melakukan restrukturisasi untuk menghindari masuk ke dalam Entity List, sementara yang lain berupaya mengakuisisi fasilitas manufaktur milik asing di Tiongkok yang tidak mayoritas dimiliki oleh entitas Tiongkok. Perusahaan semikonduktor AS juga telah beradaptasi dengan memodifikasi chip mereka agar memenuhi ambang batas kontrol, seperti yang terlihat pada kasus Nvidia H20 GPU, yang disesuaikan agar tidak masuk dalam pembatasan AS. Respons-respons ini menyoroti tantangan dalam sepenuhnya mengendalikan aliran teknologi semikonduktor canggih ke Tiongkok [2].
Pemerintah AS juga menghadapi sorotan terkait bagaimana mereka menangani perizinan ekspor dan interaksinya dengan Tiongkok. Kongres telah memperkenalkan beberapa rancangan undang-undang yang bertujuan meningkatkan transparansi dalam keputusan perizinan dan memperkuat mekanisme kontrol. Sementara itu, pemerintahan menghadapi kritik karena menyetujui penjualan chip yang telah dimodifikasi seperti H20 sebagai imbalan atas pendapatan pemerintah, yang menurut sebagian pihak melemahkan prioritas keamanan nasional [2].