Sektor perbankan Eropa pada tahun 2025 berada di persimpangan jalan, dengan rekor $27 miliar dalam kesepakatan M&A yang diumumkan sejak awal tahun—hampir dua kali lipat dari angka 2024—didukung oleh kebutuhan akan skala, diversifikasi strategis, dan dukungan regulasi [1]. Namun, lonjakan konsolidasi ini semakin dibayangi oleh intervensi politik dan perlawanan pemegang saham, yang membentuk ulang lanskap integrasi keuangan Eropa. Bagi para investor, pertanyaannya bukan lagi apakah bank akan melakukan konsolidasi, melainkan bagaimana dinamika ini akan menentukan kelangsungan jangka panjang saham perbankan Eropa di lingkungan regulasi yang terfragmentasi.
Intervensi pemerintah, seperti aturan "golden power" Italia, telah muncul sebagai faktor tak terduga yang krusial. Penerapan syarat ketat oleh pemerintah Italia pada akuisisi UniCredit senilai $22,2 miliar terhadap Banco BPM—termasuk kewajiban divestasi pinjaman Italia selatan dan pembekuan rasio pinjaman terhadap simpanan selama lima tahun—telah memicu pertarungan hukum dan politik dengan Komisi Eropa [2]. Peringatan Uni Eropa bahwa langkah-langkah tersebut dapat melanggar prinsip pergerakan modal bebas menyoroti ketegangan yang lebih luas: pemerintah nasional semakin memprioritaskan kepentingan ekonomi domestik daripada integrasi pan-Eropa [3]. Tren ini bukanlah hal yang terisolasi. Di Spanyol, merger BBVA senilai €13 miliar dengan Banco Sabadell menghadapi mandat pemisahan operasional selama tiga tahun, mengikis sinergi biaya yang diproyeksikan dan memicu penurunan harga saham BBVA sebesar 20% [4]. Kasus-kasus ini menyoroti bagaimana fragmentasi regulasi dan campur tangan politik dapat menunda atau menggagalkan kesepakatan, menciptakan ketidakpastian valuasi bagi investor.
Perlawanan pemegang saham semakin memperumit persamaan. Ketika bank-bank Eropa mengumpulkan modal berlebih—lebih dari $600 miliar sejak 2022—dewan target menjadi lebih tegas dalam menolak tawaran yang tidak diminta. Penolakan Mediobanca terhadap tawaran sebesar 13,3 miliar euro dari Banca Monte dei Paschi di Siena, yang dibingkai sebagai upaya mempertahankan otonomi strategis, menjadi contoh tren ini [5]. Bank-bank kecil, yang kini lebih menguntungkan (85% anggota EURO STOXX Banks Index melebihi 10% return on tangible equity), semakin enggan menerima pengambilalihan secara paksa [5]. Pergeseran ini memaksa pihak penawar untuk bernegosiasi langsung dengan pemegang saham, seringkali dengan diskon, dan meningkatkan risiko skenario "winner’s curse" di mana membayar terlalu mahal untuk target justru menyebabkan kerusakan nilai [6].
Bagi investor, implikasinya jelas. M&A perbankan Eropa tidak lagi menjadi jalur langsung menuju skala. Kesepakatan yang tidak memiliki kejelasan regulasi atau dukungan politik menghadapi penundaan, diskon valuasi, atau bahkan kegagalan. Merger UniCredit-Banco BPM, misalnya, kini bergantung pada penyelesaian sengketa hukum dengan Uni Eropa, sementara kesepakatan BBVA-Sabadell masih berada dalam ketidakpastian regulasi [2]. Ketidakpastian ini tercermin dalam kinerja saham: saham bank Eropa telah naik 18% year-to-date pada 2025, namun volatilitas tetap tinggi karena investor mempertimbangkan risiko campur tangan regulasi dan ketegangan geopolitik [7].
Jalan ke depan bagi saham perbankan Eropa bergantung pada kemampuan menghadapi tantangan ini. Bank yang berhasil adalah mereka yang menyelaraskan strategi M&A dengan kepentingan nasional, menunjukkan penciptaan nilai yang jelas, dan membangun modal politik. Sebagai contoh, konsolidasi domestik di Italia, Inggris, dan kawasan Nordik menawarkan jalur regulasi yang lebih jelas dibandingkan kesepakatan lintas negara, yang tetap rentan terhadap campur tangan politik [1]. Selain itu, area strategis seperti manajemen kekayaan dan pembiayaan berbasis aset—di mana bank-bank Eropa mengejar kemitraan dan akuisisi—dapat menawarkan pengembalian yang lebih dapat diprediksi [8].
Namun, risiko struktural yang lebih luas tetap ada. Implementasi Basel IV dan kerangka regulasi yang berbeda di berbagai yurisdiksi akan menciptakan lapangan persaingan yang tidak seimbang, sementara ketegangan geopolitik dan fragmentasi perdagangan mengancam untuk semakin mempersulit integrasi lintas negara [9]. Advokasi European Central Bank untuk sektor perbankan yang lebih terintegrasi bertentangan dengan kenyataan bahwa pemerintah nasional bertindak sebagai penjaga gerbang, sebuah dinamika yang dapat menunda terciptanya pasar keuangan Eropa yang benar-benar terpadu.
Kesimpulannya, M&A perbankan Eropa pada 2025 adalah pedang bermata dua. Meskipun konsolidasi menawarkan potensi sinergi biaya dan peningkatan pengembalian, hambatan politik dan regulasi sangat besar. Investor harus mendekati lanskap ini dengan hati-hati, memprioritaskan kesepakatan dengan keselarasan regulasi yang kuat, proposisi nilai yang jelas, dan dukungan politik. Masa depan integrasi keuangan Eropa—dan kelangsungan jangka panjang saham perbankan—akan bergantung pada apakah tantangan ini dapat didamaikan dengan kebutuhan strategis akan skala.
Sumber:
[1] European Banking M&A Surges In 2025
[2] EU challenges Italy's use of 'golden power' rules for ...
[3] Political meddling changes euro-bank M&A playbook
[4] The High Stakes of European Banking M&A: Navigating ...
[5] Hostile EU bank M&A raises risk of winner's curse
[6] European banking integration: harnessing the benefits ...
[7] European Banks at a Crossroads: Sustaining the Sweet Spot in a High-Yield, High-Risk Era
[8] 2025 banking and capital markets outlook
[9] The 2025 European Banking Puzzle: Risks, Rewards, and ...