Dalam lanskap pasar keuangan yang selalu berubah, memahami psikologi investor sama pentingnya dengan menganalisis fundamental. Studi terbaru tentang reflection effect—sebuah pilar dari prospect theory—mengungkap bagaimana bias perilaku dapat memperkuat volatilitas dan membentuk ulang strategi investasi. Artikel ini membahas bagaimana interaksi antara penghindaran risiko saat untung dan pencarian risiko saat rugi, seperti yang diamati pada aset seperti silver (SLV) dan saham teknologi seperti MSTY, menuntut pendekatan yang lebih cermat dalam membangun portofolio.
Reflection effect, pertama kali dijelaskan oleh Kahneman dan Tversky, menggambarkan bagaimana individu membalik preferensi risikonya tergantung pada apakah mereka merasa sedang menghadapi keuntungan atau kerugian. Dalam ranah keuntungan, investor cenderung menghindari risiko, memprioritaskan pelestarian profit. Sebaliknya, dalam ranah kerugian, mereka menjadi pencari risiko, sering kali menggandakan taruhan spekulatif untuk menutup kerugian.
Penelitian akademis terbaru (2024–2025) telah memperluas kerangka ini, menunjukkan bagaimana reflection effect muncul di berbagai kelas aset. Sebagai contoh, iShares Silver Trust (SLV) telah menjadi barometer dinamika perilaku di logam mulia. Selama 2020–2021, lonjakan SLV memicu perilaku penghindaran risiko, dengan investor mengunci profit di tengah lemahnya dolar dan permintaan industri. Sebaliknya, penurunan pada 2022–2023 menunjukkan perilaku pencarian risiko, saat investor mengejar reli jangka pendek meskipun ada hambatan makroekonomi.
Reflection effect tidak terbatas pada komoditas. Pertimbangkan MSTY (Mysten Labs), saham teknologi dengan pertumbuhan tinggi yang mengalami fluktuasi harga tajam pada 2025. Volatilitas terbaru pada MSTY—yang dipicu oleh ketidakpastian regulasi dan tren pasar berbasis AI—menyediakan studi kasus yang jelas.
Saat MSTY melonjak pada awal 2025 karena sentimen bullish terhadap inovasi blockchain, investor menunjukkan perilaku penghindaran risiko klasik, menjual saham untuk mengamankan keuntungan. Namun, penurunan 30% pada Q2 2025 memicu pergeseran ke ranah kerugian, di mana perilaku pencarian risiko muncul. Investor ritel dan institusi sama-sama mulai membeli saat harga turun, bertaruh pada pemulihan yang didorong oleh adopsi AI jangka panjang. Dualitas ini mencerminkan prediksi reflection effect: preferensi risiko berbalik tergantung pada persepsi untung atau rugi.
Untuk mengurangi pengaruh reflection effect, investor harus mengadopsi strategi taktis yang memperhitungkan pemicu psikologis. Berikut caranya:
Sebuah studi pada 2025 oleh BlackRock menegaskan pentingnya strategi seperti ini. Sebagai contoh, selama aksi jual SLV pada April 2025, investor yang menyeimbangkan ulang portofolio mereka untuk memasukkan saham infrastruktur dan lindung nilai rasio emas-perak mengalami volatilitas yang lebih rendah dibandingkan mereka yang memegang posisi terkonsentrasi di silver atau teknologi.
Data historis menunjukkan bahwa strategi disiplin berbasis RSI dapat menghasilkan imbal hasil yang signifikan. Dari 2022 hingga 2025, membeli MSTY saat RSI menunjukkan kondisi oversold dan menahan selama 30 hari perdagangan menghasilkan total return 42,22%, melampaui benchmark return sebesar 37,32%. Pendekatan ini juga memberikan excess return 4,89% dengan rasio Sharpe 0,58, menandakan kinerja yang kuat terhadap risiko. Yang menarik, volatilitas strategi sebesar 18,19% dan 0% maximum drawdown menunjukkan profil risiko yang relatif rendah, memperkuat nilai indikator teknikal dalam mengelola bias perilaku.
Reflection effect bukanlah sesuatu yang statis. Studi tahun 2025 dari University of Stirling memperkenalkan probability-range reflection effect, yang menunjukkan bagaimana preferensi risiko bervariasi sesuai dengan kemungkinan hasil yang dirasakan. Misalnya, investor mungkin menunjukkan perilaku pencarian risiko yang lebih besar pada MSTY jika mereka melihat probabilitas tinggi akan kejelasan regulasi, meskipun sedang mengalami kerugian jangka pendek.
Dinamika ini sangat relevan untuk MSTY, di mana perkembangan regulasi (misalnya, tindakan SEC terhadap crypto) bertindak sebagai pemicu probabilitas. Investor yang mempertimbangkan isyarat kontekstual ini—alih-alih bereaksi murni terhadap harga—dapat menghindari jebakan reflection effect.
Reflection effect menyoroti kebenaran mendasar: pasar tidak hanya digerakkan oleh angka, tetapi juga oleh psikologi manusia. Untuk MSTY dan aset volatil serupa, ini berarti investor harus:
- Mengakui bias perilaku dan membangun portofolio yang dapat mengimbanginya.
- Memanfaatkan sinyal teknikal dan makroekonomi untuk membuat keputusan berbasis data.
- Mengadopsi strategi fleksibel yang dapat beradaptasi dengan perubahan ranah risiko.
Dalam dunia di mana ketidakpastian adalah norma, reflection effect berfungsi sebagai peringatan sekaligus panduan. Dengan memahami bagaimana preferensi risiko berbalik saat untung dan rugi, investor dapat mengubah bias perilaku menjadi keunggulan strategis—mengubah volatilitas menjadi peluang.
Seiring lingkungan pasar 2025 berkembang, reflection effect tetap menjadi lensa penting untuk menavigasi interaksi antara psikologi dan keuangan. Untuk MSTY dan seterusnya, kuncinya terletak pada menyeimbangkan intuisi dengan struktur, memastikan portofolio tetap tangguh sekaligus responsif.
"""