Lanskap investasi institusional sedang mengalami pergeseran besar. Selama beberapa dekade, aset alternatif tradisional—private equity, hedge funds, dan real estate—mendominasi portofolio pertumbuhan tinggi. Namun pada tahun 2025, "altseasons" ini mulai memudar dan menjadi usang, digantikan oleh paradigma baru: realokasi modal yang didorong oleh crypto. Investor institusional, yang sebelumnya berhati-hati, kini secara agresif mengalihkan aset ke aset digital dan alternatif yang ditokenisasi.
Pada tahun 2025, 85% institusi yang disurvei meningkatkan alokasi crypto mereka pada tahun 2024, dengan 59% mengalokasikan lebih dari 5% aset yang dikelola (AUM) mereka ke cryptocurrency [2]. Ini merupakan pergeseran strategis dari alternatif tradisional, yang kini menghadapi tantangan struktural: likuiditas rendah, valuasi yang tidak transparan, dan pengawasan regulasi. Sebaliknya, crypto menawarkan transparansi yang dapat diprogram, likuiditas 24/7, dan infrastruktur global tanpa izin.
Kemunculan kendaraan investasi terdaftar seperti Bitcoin exchange-traded products (ETPs) semakin mempercepat pergeseran ini. Enam puluh delapan persen institusi kini memegang atau berencana untuk berinvestasi di ETP [1], memanfaatkan produk ini untuk mengakses crypto tanpa kompleksitas operasional dari kepemilikan langsung. Sementara itu, tokenisasi sedang mendefinisikan ulang aset alternatif. Lima puluh tujuh persen institusi menyatakan minat untuk men-tokenisasi private equity, real estate, dan komoditas [2], membuka likuiditas dan kepemilikan fraksional untuk aset yang sebelumnya tidak likuid.
Amerika Utara dan Asia-Pasifik memimpin dalam arus masuk modal, dengan $9.3 billions dan $8.7 billions yang berhasil dikumpulkan pada tahun 2025, masing-masing [5]. Namun, Timur Tengah dan Afrika menunjukkan pertumbuhan tercepat (43% YoY), didorong oleh permintaan institusional terhadap alternatif terdesentralisasi di wilayah yang tidak stabil secara politik [3]. Negara-negara dengan institusi pendidikan yang kuat dan kebijakan lingkungan yang baik juga menunjukkan aktivitas lebih tinggi, sementara konsentrasi bank yang tinggi dan ketidakstabilan politik menekannya [3].
Perbedaan regional ini menyoroti tren yang lebih luas: aset crypto menjadi aset "anti-fragile", berkembang di mana sistem tradisional gagal. Bagi institusi, ini berarti diversifikasi secara geografis dan teknologi, sebagai lindung nilai terhadap risiko makroekonomi.
Kematian altseasons tradisional bukanlah sebuah kehancuran, melainkan transformasi. Modal institusional tidak lagi terbatas pada laporan triwulanan dan penempatan privat; kini mengalir ke protokol terdesentralisasi, infrastruktur yang ditokenisasi, dan komunitas global. Metode pembentukan modal sedang didefinisikan ulang melalui perpaduan inovasi dan kepatuhan.
Bagi investor, pelajarannya jelas: beradaptasi atau tertinggal. Kelipatan masa depan akan dibangun di atas blockchain, bukan neraca keuangan.