• Bank Sentral Brasil ingin membatasi transfer stablecoin ke dompet luar negeri untuk mengurangi risiko aliran dana yang tidak terpantau.
  • Di tengah pengawasan ketat, Brasil juga mendorong adopsi kripto lewat kontrak berjangka dan edukasi blockchain di sektor publik.

Bank Sentral Brasil baru saja mengajukan usulan yang bikin banyak pelaku industri kripto mengernyitkan dahi. Mereka ingin membatasi pengiriman stablecoin ke dompet yang dikendalikan entitas asing.

Jadi, kalau ada orang Brasil yang mau kirim USDT atau USDC ke wallet di luar negeri, bisa jadi harus berpikir dua kali nanti. Usulan ini bukan hanya soal teknis transaksi, tapi bagian dari kerangka besar pengawasan kripto yang sedang dirancang.

As part of a new cryptocurrency regulatory framework, Brazil's central bank has proposed strict oversight of stablecoin transfers. The proposed rules include restrictions on sending stablecoins to wallets controlled by non-Brazilian entities, reflecting the country’s tightening…

— Wu Blockchain (@WuBlockchain) May 15, 2025

Brasil Kian Ketat Atur Stablecoin, Apa Maksudnya?

Coba bayangkan kalau kamu ingin kirim uang digital ke keluarga atau partner bisnis di luar negeri, lalu tiba-tiba dompet tujuan dianggap “non-Brasil” dan kena blokir. Ya, sesederhana itu bisa berdampak rumit.

Mereka ingin mencegah aliran dana gelap dan menghindari potensi penyalahgunaan aset digital yang makin sulit dilacak. Bahkan disebutkan bahwa upaya ini juga untuk mencegah dominasi dolar AS secara diam-diam lewat stablecoin.

Langkah Serius atau Terlalu Berani?

Namun demikian, usulan ini memicu kekhawatiran dari berbagai pihak. Ada yang menilai pembatasan seperti ini justru bisa mendorong pengguna ke jalur alternatif seperti platform DeFi yang lebih susah diawasi. Artinya, alih-alih mempersempit risiko, aturan ini bisa membuat pengguna pindah ke tempat yang jauh dari jangkauan pemerintah. Dilema klasik.

Lebih lanjut lagi, di saat yang hampir bersamaan, Brasil juga mulai bergerak ke arah yang sangat aktif dalam urusan kripto. CNF menyoroti kemitraan antara Cardano Foundation dan SERPRO—lembaga data milik pemerintah Brasil.

Mereka sepakat untuk membawa teknologi blockchain ke sektor publik, termasuk program edukasi untuk karyawan pemerintah. Tujuannya adalah untuk bikin sistem digital pemerintah jadi lebih aman dan efisien. Di satu sisi memperketat aturan, tapi di sisi lain, mereka justru membuka jalan adopsi teknologi yang sama.

Bukan cuma itu, langkah pro-kripto lainnya datang dari bursa saham terbesar di Brasil, B3. Pada 10 Mei lalu, mereka mengumumkan akan meluncurkan kontrak berjangka Ethereum (ETH) dan Solana (SOL) yang diselesaikan dalam dolar AS. Rencananya mulai 16 Juni 2025.

Bahkan, kontrak Bitcoin juga disesuaikan agar lebih ramah bagi investor ritel—ukuran minimum kontraknya diperkecil jadi 0,01 BTC. Ini jelas bukan sinyal negara yang anti-kripto, bukan?

Dan masih ada lagi. Perusahaan fintech lokal, Meliuz , menyatakan bahwa mereka ingin menjadikan Bitcoin sebagai aset strategis dalam cadangan kas perusahaan. Dalam pengajuan keuangan resmi, mereka bahkan mengagendakan rapat pemegang saham khusus pada awal Mei untuk membahas langkah ini. Untuk ukuran korporasi, ini bukan keputusan iseng.

Lalu ada pula kabar dari dunia keuangan tradisional yang ikut menyambung. Pada 12 Mei, Bank Sentral Brasil mengumumkan perjanjian swap mata uang dengan Bank Sentral Tiongkok senilai 157 miliar real Brasil, atau sekitar US$27,7 miliar. Tujuannya? Menyediakan likuiditas tambahan saat pasar sedang stres. Jadi, kalau pasar keuangan lagi “masuk angin,” ada dana cadangan yang siap digunakan.